Jumat, 19 Desember 2008

Agar Bisa Melihat Surga

Agar Dapat "Melihat" Surga

Seorang anak dengan gayanya yang lugu bertanya kepada ibunya, "Bu, apa itu
cinta?". "Cinta ada adalah kemurnian jiwa, kesejukan bathin dari kenikmatan
memberi dan kerelaan berkorban", jawab sang ibu. "Karena itukah banyak orang
mengagungkan cinta?" tanya sang anak lagi. Dengan sabar dan penuh cinta
ibunya menerangkan,"Keagungan cinta hanya berada pada cinta Sang Agung, Si
pencipta cinta itu sendiri. Dan jika ada yang mengagungkan cinta diatas
segalanya, sebenarnya ia tidaklah tengah mengagungkan cinta melainkan
perasaan dan nafsunya yang tengah bergumul sehingga meluap menjadi nafsu
berbaju cinta. Padahal jika mau membuka tabir sebenarnya, tentu mereka akan
sadar kalau tengah terombang-ambing oleh arah cinta yang salah. Ini wajar
nak, karena kebanyakan manusia hanya sebatas menggunakan mata kepala dan
mengabaikan mata bathinnya, sehingga ia lupa bahwa cinta bersemayam dan
bergetar-getar dihati, bukan di kepala, apalagi dimata."

"Cinta harus dilihat dengan mata bathin, dan kebanyakan manusia memandang
cinta hanya berhenti di mata kepala, sehingga seringkali tidak mampu
menangkap kemurnian jiwa, kesejukan bathin dari mencinta dan dicinta. Karena
itu, mereka yang senantiasa mampu menggunakan mata bathinnya untuk melihat
segala hal, ia akan melihat siapapun dan apapun dengan cinta. Karena Allah
pun teramat cinta kepada yang mempersembahkan cinta kepada-Nya".

"Lalu kenapa ada orang yang saling membenci, bertengkar dan saling
bermusuhan?" tanyanya lagi. "Itulah kehebatan Allah. Dia ciptakan manusia
dengan bentuk yang sempurna sehingga dengan kesempurnaan yang dimilikinya
itu, manusia bisa menangkap kesan yang lain, tidak hanya cinta. Ada benci,
marah, kecewa, senang, tertawa, sedih dan masih banyak lagi. Tak perlu
takut, semua itu salah satu anugerah dari-Nya yang patut kita syukuri. Sudah
menjadi fitrah manusia tidak menyukai sesuatu yang tidak disenanginya,
artinya sesuatu hal yang tidak berkenan, tidak sesuai dengan hati nuraninya,
adalah sangat manusiawi jika dibenci. Dan adalah fitrah manusia juga untuk
kecewa jika sesuatu tak seperti harapannya, tak seindah mimpinya. Masalahnya
kemudian, bagaimana manusia mengkondisikan hatinya agar senantiasa condong
kepada kebenaran, sehingga benci, marah dan kecewa serta sedihnya hanya
kepada kebathilan, kesemena-menaan, kezhaliman, keserakahan dan bahkan
kesombongan diri, juga dosa yang dilakukannya."

"Bagaimana dengan tersenyum dan tertawa?" "Senyum dan tawa adalah sebuah
refleksi, sama seperti benci, marah dan sedih. Hanya bedanya, biasanya
senyum dan tawa adalah cermin dari keberhasilan, kemenangan dan prestasi
seseorang akan sesuatu. Tak perlu merasa bersalah hanya karena tersenyum dan
tertawa. Mungkin Allah menciptakan rasa itu untuk melatih manusia. Bukankah
semua hamba-Nya yang sholeh kelak akan tersenyum di hadapan Allah yang
menghadirkan keagungan wajah-Nya?" jelas sang Ibu sambil mengusap kening
anaknya yang serap-serap mulai terbuai ke alam tidurnya.

Lama ia dibuai cinta sang Ibu, dengan sentuhan lembut ibunya ia memainkan
nyanyian dawai-dawai indah yang bergelung-gelung dialam mimpinya. Ia
merasakan kehangatan hidup, keceriaan dunia. Mungkin karena usianya yang
memang belum pantas merasakan kegetiran dan kepahitannya. Untuk sementara
ibunya membiarkan mimpi anaknya tak terusik oleh kepayahan mencari sesuap
nasi yang dijalaninya, juga hantaman kerikil di sepanjang jalan yang
disusurinya. Terik dan hujan menjadi baluran tubuhnya sehari-hari, demi satu
cita, tak kan membiarkan dimasa depan anaknya mengeluarkan keringat dan
darah seperti yang dialaminya kini. Mungkin semua orangtua mempunyai mimpi
yang sama. Hingga dengan demikian sang ibu semakin sadar bahwa hanya
Tuhanlah yang selama ini menguatkan, mempertebal kesabaran serta menanamkan
keyakinan dihatinya, bahwa esok matahari masih akan terbit.

Dan menjelang fajar, seusai kesejukan membasuh seluruh tubuh untuk kemudian
bersimpuh dihadapan-Nya. Tak terasa air bening mengalir membasahi pipi,
untaian kata pinta yang tak pernah berhenti, yang tak pernah berhias putus
asa, yang tak diiringi penyesalan akan beban hidup yang saat ini diamanahkan
kepadanya. Terkadang ada tangis yang begitu keras sekeras benturan kehidupan
yang menerpanya, hingga tak sadar tangisannya itu menyentuh relung bathin
anaknya sampai terbangun.

"Kenapa ibu menangis?" "Menangis adalah satu anugerah Allah lainnya nak.
Menangis adalah wujud dari kelemahan manusia yang jelas-jelas kekuatannya
sangat terbatas. Menangis adalah pembuktian akan adanya Yang Maha Kuat yang
memiliki kehendak diatas segala mau dan keinginan manusia. Tak perlu malu
untuk menangis, karena dengan menangis kita tengah melunturkan kesombongan,
kepekatan hati yang penuh noda hitam dari setiap detik hidup yang berlumur
salah, juga menghilangkan penyakit-penyakit lainnya yang kerap hinggap di
kalbu."

"Menangis tidak mesti dengan air mata. Air bening yang membasahi mata akan
membasuh dosa yang berawal dari penglihatan manusia. Kemudian airnya turun
menyejukkan wajah kita. Itulah cara Allah membersihkan wajah manusia yang
coreng-moreng oleh kekhilafannya. Maka dengan menangis setiap hari, wajah
menjadi bersih, hati pun sejuk kembali dan kebeningan mata yang sudah
terhapuskan pekatnya, memberikan keindahan tersendiri. Semua itu, hanya agar
manusia dapat 'melihat' surga."

Wallahu 'a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar