Selasa, 23 Desember 2008

Remaja Islam

Adalah sesuatu yang sangat menggembirakan..ketika generasi muda pengganti generasi tua jaman baheula memulai aktivitas perubahan, yakni remaja islam mulai sadar..bangkit dari keterjajahan dari materialisme, hedonisme, kesenangan jasadi,hura-hura..menuju pada hidup yang lebih bermakna, dengan sembohyan menggapai keridhloan Allah, menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidupnya, standar halal dan haram sebagai tolok ukur perbuatannya, merasakan penderitaan umat, dan berusaha mencari jalan keluarnya..hingga dengan semangat melebihi '45 siap mengorbankan jiwa dan hartanya hanya untuk meninggikan kalimat Allah, demi kembalinya "rumah sejati" orang islam yang telah diobrak-abrik Mustafa kemal laknatullah bersama pera kafir penjajah..

Realitas demikian sangat membahagiakan..walaupun demikian kita tdk lantas bergembira atas hal ini, PR ini masih panjang...tidakkah kita saksikan dimana-mana masih kita jumpai remaja islam yang bergandengan dengan lawan jenis non mahram, minum mabok-mabokan, pergaulan bebas ala diskotik, mal, musik, pesta,

Disisi lain, banyak orang tua yang tdk begitu memperdulian anaknya, mereka sibuk mencari harta, pulang malam, membiarkan istri bekerja lembur dengan meninggalkan kewajiban yang dibebankan atasnya atas rumah tangga dan anak-anaknya...sampai menitipkan anaknya di tempat penitipan anak...

Dari sisi masyarakat pun masih kita jumpai tipe EGP, hilangnya semangat kontrol masyarakat terhadap kerusakan remaja, lingk. ketika banyak diskotik berdiri dan ramai dengan pria dan wanita, bar dengan minuman keras, tawuran, bahkan yang ini pun rupanya terjadi pada msykt

Apalagi negara, kondisi kerusakan masyarakt kurang mendapatkan perhatan dari negara, negara membiarkan berdirinya bar, diskotik, konser musik, lokalisasi judi dan WTS dll bahkan hal ini mendapat restu pemerintah karena mendatangkan pendapatan U/ APBN. celakanya, kemiskian masarakat karena tdk dapat membeli kebutuhan makan tdk mendapat tanggapan serius, bahkan pemerintah menaikan harga-harga yang berpengaruh atas harga lain.Tentu hal ini akan menjadikan orang tak berkecukupan ambil kompas, cari pekerjaan jadi pelacur, mencuri, mengadakan hiburan seronoh dengan tarian telanjang (kasus di hotel borobudur)..yang penting dapat uang

PERTANYAAN BESAR....?
Nampaknya ini menjadi pertanyaan kita semua,
1. Bagaimana seharusnya format untuk menyelematkan remaja dewasa ini..?
2. Apakah cukup, melakukan pembinaan individu tanpa merubah kondisi lingkungan masyarakat..?
Apakah tidak perlu melakukan perubahan besar-besaran terhadap peraturan yang diterapkan negara atas masayrakat..?
3. Apakah cukup mempelajari ibadah, tauhid, akhlak, tanpa berusaha menerapkannya..?

Renungan di Tahun Baru

Pada awal suatu tahun aku pernah berkata kepada seseorang, "Berilah
aku cahaya yang dapat aku jadikan pelita dalam menelusuri alam
kehidupan yang ghaib dan majhul ini, karena aku dalam kebingungan."
Lalu orang itu menjawab, "Letakkanlah tanganmu di tangan Allah
niscaya Dia akan menuntunmu ke jalan yang lurus."
Dan di sebuah persimpangan jalan berhentilah seorang musafir kelana
yang telah berjalan mengarungi padang kehidupan, ia menoleh ke
belakang melihat jerih payahnya di sepanjang jalan kehidupan yang
telah dilaluinya. Lalu ia tujukan pandangannya ke depan untuk melihat
jauhnya perjalanan yang harus ditempuhnya lagi.
Wahai orang-orang yang sedang kebingungan di padang kehidupan, sampai
kapankah engkau hidup dalam petualangan dan kesesatan, padahal di
tanganmu ada pelita yang bersinar cemerlang ?
Nyatakanlah penyesalan dan kesedihan atas segala dosa-dosa yang telah
kau lakukan. Ucapkanlah kalimat istighfar dan kata taubat. Semoga
Allah menghapuskan semua noda dan dosamu dan mengangkat tinggi
derajatmu. Dan semoga pula engkau menjadi orang yang didekatkan
kepada-Nya.
"Semua anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baiknya orang yang
bersalah ialah yang bertaubat." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan
Darimi)
Alangkah dekatnya Tuhanmu kepada dirimu, sedangkan engkau tak mau
mendekati-Nya. Alangkah cinta Dia kepadamu, sedangkan engkau tak mau
mencintai-Nya. Alangkah besar kasih sayang-Nya kepadamu, sedangkan
engkau melupakan hal itu.
Sesungguhnya ia telah berkata dalam hadist Qudsi-Nya:
"Aku menuruti keyakinan hamba-Ku, dan Aku selalu menyertainya bila ia
mengingat-Ku. Maka jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun
mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku dalam khalayak
ramai, niscaya Ku-ingat dia di dalam kumpulan orang yang lebih baik
daripada mereka itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku
mendekat kepadanya sehasta, dan bila ia mendekat kepadaKu sehasta,
maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku
dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari."(HR.
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dalam hadist Qudsi yang lain disebutkan:
"Wahai anak Adam! Berdirilah engkau untuk mendekati-Ku niscaya Aku
akan berjalan mendekatimu, dan berjalanlah untuk mendekati-Ku,
niscaya Aku akan berlari mendekatimu." (HR. Ahmad)
RasuluLLah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membuka tangan-Nya pada waktu
malam supaya bertaubat orang yang melakukan kesalahan pada siang
harinya, dan Ia membuka tangan-Nya pada waktu siang supaya bertaubat
orang yang melakukan kesalahan pada malam harinya. Begitulah hingga
matahari terbit dari barat. (HR. Muslim)
Yang demikian itu menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah
kepada hamba-Nya, melebihi kasih sayang ibu kepada anak tunggal yang
disayanginya.
"Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada manusia." (Al-Hajj:63)
Barangsiapa yang mengerti hakikat waktu, maka ia telah mengetahui
nilai kehidupan, sebab waktu adalah kehidupan.
Ketika roda zaman berputar, melintasi tahun-tahun kehidupan
menyongsong tahun yang baru lagi, kita berhenti di persimpangan
jalan. Dan alangkah perlunya pada kesempatan yang sebentar ini kita
melakukan koreksi diri terhadap masa-masa lalu dan mengarahkan
pandangan ke depan sebelum datangnya hari Hisab (perhitungan). Karena
hari perhitungan itu pasti
datang.
Saat masa lalu kita hanya bisa kita sesali dosa-dosa, maka kita perlu
mengatur langkah sebaik-baiknya agar tak tergelincir lagi. Kita
luruskan yang bengkok, dan kita kejar yang luput. Selagi ada
kesempatan, selagi ada umur.
Dan untuk menghadapi masa yang akan datang kita buat persiapan berupa
hati yang bersih, niat yang suci, dan kemauan yang kuat untuk
melakukan kebajikan. Al-Qadhi Abu Nasr Muhammad bin Wadlan,
meriwayatkan dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Aku
mendenagr RasuluLLah SAW bersabda dalam satu khutbahnya demikian:
"Wahai manusia! Sesungguhnya kamu mempunyai rambu petunjuk jalan,
karena itu ikutilah petunjuk itu dan kamu mempunyai batas, karena itu
berhentilah pada batas akhirmu. Sesungguhnya seorang mu'min itu
berada di antara dua ketakutan, antara waktu yang telah lampau dimana
ia tidak tahu apa yang akan diperbuat Allah terhadap dirinya dalam
waktu lampau itu, dan antara waktu yang masih tersisa dimana ia tidak
tahu apa yang ditetapkan Allah dalam sisa waktu usianya itu. Karena
itu hendaklah seorang hamba memanfaatkan dirinya dengan sebaik-
baiknya demi keselamatan dirinya sendiri nanti, menggunakan kehidupan
dunianya sebaik mungkin demi untuk kepentingan akhiratnya,
menggunakan masa mudanya sebelum datang hari tuanya, dan memanfaatkan
masa hidupnya sebelum ajalnya tiba. Demi Dzat Allah yang jiwa
Muhammad ada di tangan-Nya, sesudah kematian tak ada kepayahan,
sesudah kehidupan dunia tak ada kehidupan melainkan surga atau neraka.
Maka,"tiada suatu haripun yang fajar menyingsing melainkan ia
berseru, "Wahai anak Adam! Aku adalah makhluk yang baru, dan aku
menyaksikan segal amal perbuatanmu, maka ambillah bekal daripadaku,
karena sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi hingga datangnya hari
kiamat nanti. (HR.Nu'aim dari ma'qil bin Yasar Ad-Dailami dari Ibnu
Abbas, Abul Qasim Hamzah Ibnu Yusuf As-suhaimi dan Ar-Rafi' dari
Ma'qil bin Yasar dengan lafal yang
berbeda.)
Aku ingin membuat tulisan yang berkenaan dengan tahun baru, tentang
hijrah dan sejarahnya, tentang ulang tahun dan tentang bagaimana
berpesta menyambut tahun baru itu. Tetapi ternyata diriku menuju ke
arah lain yang bukan itu, yaitu menghimbau saudara-saudara tersayang
yang telah melupakan nilai waktu dan melalaikan rahasia hidup serta
tidak memikirkan hikmah dan sebab musabab ujian yang menimpa kita.
"Ia menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji, siapa yang
paling baik amalannya di antara kamu." (Al-Mulk:2)
"Sungguh, Kami telah ciptakan manusia dari setitik mani campuran,
untuk mengujinya." (Al-insan:2)
Aku bisikkan kata-kata ini kepada saudara-saudaraku yang mulia. Mudah-
mudahan kita dapat melepskan tangan kita dari belenggu-belenggu
syetan. Dapat berjalan bersama-sama pasukan Allah Yang Maha Penyayang
di bawah payung ampunan dan keridhaan-Nya. Sehingga jadilah tahun
baru ini sebagai titik tolak lembaran putih yang bersih bercahaya.
Lantas, kita gunakan untuk mencatat lembaran kehidupan masa depan
yang gemilang. Kalau
dahulu lembaran hidup kita telah dihitamkan oleh titik-titik noda dan
dosa, maka dengan taubat yang sebenar-benarnya kita berharap mudah-
mudahan Allah berkenan menghapuskan dan menggantinya dengan lukisan
kebajikan dan keberkatan.
"Dialah yang menerima taubat hamba-hamba-Nya dan mengampuni dosa-
dosanya
Ia mengetahui segala tingkah lakumu Ia kabulkan do'a orang-orang yang
beriman dan
melakukan amal kebaikan Ia menambahkan karunia-Nya kepada
mereka.Tetapi orang-orang yang tidak beriman, bagi mereka siksaan
yang dahsyat."(Asy-syura:25-26)
Dan betapa teliti dan waspadanya Allah terhadap hamba-hamba-Nya.
"Kami telah ciptakan manusia dan kami tahu apa yang dibisikkan
hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya. apabila
kedua malaikat pencatat membuat catatan, satu duduk di kanan dan satu
duduk di kiri. Setiap kata yang ia ucapkan tentulah di sampingnya ada
penjaga yang siap mencatat." (Qof: 16-18)
"Apakah mereka mengira Kami tiada mendengar rahasia-rahasia dan
perundingan-perundingan mereka secara diam-diam ? Pastilah Kami
mendengar dan para utusan Kami hadir di depan mereka membuat catatan-
catatan." (Az-Zukhruf:80)
Kemudian betapa pula cermatnya perhitungan pada hari
pembalasan. "Maka barangsiapa melakukan kebaikan seberat dzarrah,
akan melihatnya! Dan barangsiapa melakukan kejahatan seberat dzarrah,
akan melihatnya." (Az-Zalzalah: 7-8)
Tapi, betapa pula besarnya pahala orang-orang yang mau melakukan
kebaikan:
"Barangsiapa takut akan waktu berdiri di depan Rabbnya (untuk
dihisab), dan menahan diri dari nafsunya, surgalah tempat
kediamannya."(An-Naziat:40-41)
"Jika ada suatu kebaikan (dilakukan orang), Allah melipatgandakannya,
dan diberi-Nya pahala yang besar daripada-Nya." (An-naml: 89)
"Barangsiapa yang melakukan kebaikan ia akan mendapat pahala yang
lebih baik dari itu, Dan mereka akan aman pada hari itu dari
kedahsyatan." (An-naml:89)
"...Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan melakukan amal
kebaikan. Kejahatannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan. Allah
Maha Pengampun Maha Penyayang." (Al-Furqon:70)
"Tapi memang Aku pun Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat
dan beriman, yang melakukan amal kebaikan, kemudian bersedia menerima
pimpinan." (Thoha:82)
Wahai saudara-saudara yang telah letih, yang tersungkur di bawah
tindihan noda dan dosa, janganlah anda berputus asa dan jangan pula
putus harapan. Inilah saat pengampunan yang datang bersamaan dengan
datangnya tahun baru. Inilah hembusan angin penerimaan taubat yang
dengan lemah lembut menerpa wajah tahun baru yang molek dan indah.
Inilah cahaya hidayah yang memancar bersamaan dengan terbitnya bulan
sabit yang cerah dan indah.

Lupa Pada Jiwa

Apa yang salah pada anak-anak itu?

Mereka lahir sebagai Muslim, dibesarkan dengan pendidikan Islam, melewati masa kecilnya dengan hafalan ayat-ayat suci Al-Qur'an serta do'a-do'a shalat, dan mengisi masa belianya dengan mengaji di masjid-masjid, madrasah maupun pesantren. Mereka hafal beberapa hadist Nabi maupun bait-bait Barzanji. Tetapi ketika menginjak masa remaja, tak ada kebanggaan di dadanya untuk berkata, "Isyhadu bi anna mulimun! Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim."

Apa yang salah pada ana-anak itu?

Mereka telah belajar tentang halan dan haram. Mereka juga belajar tentang makruh dan sunnah. Bahkan puasa-puasa sunnah mereka lakukan demi memperoleh ranking pertama di sekolah, atau untuk memperoleh beasiswa yang tak seberapa jumlahnya, atau bahkan sekedar untuk bisa mengerjakan ujian esok hari. Demi hal-hal yang sepele dan remeh-temeh mereka hadapi dengan puasa sunnah, qiyamul-lail dan dzikir-dzikir panjang. Tetapi ketika mereka mulai menginjak dewasa, apa pun dilakukan untuk memperoleh seperiuk nasi, termasuk dengan menjual agama. Atas nama kemerdekaan berpikir, mereka menadahkan tangan kepada lembaga-lembaga donor dengan proposal untuk mengubah ruh agama.

Apa yang salah pada anak-anak itu?

Ketika kecil mereka dibesarkan dengan tangis orangtua agar kelak menjadi orang yang berguna. Ketika mulai beranjak besar, airmata itu masih belum berhenti mengalir karena banyaknya biaya sekolah yang harus dipikir orangtua. Tetapi ketika mereka telah benar-benar besar, orangtua terkadang masih harus menangis karena anak-anak itu telah melupakan agamanya atau bahkan menodainya. Ada yang bahagia melihat betapa "hebat" anaknya, tetapi diam-diam menabung beratnya pertanggungjawaban di akhirat. Nau'dzubillahi min dzalik.

Teringatlah saya dengan firman Allah, "Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anaku hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar." [Al-Anfaal:28]

Sebagai cobaan, anak-anak bisa membawa kita lebih dekat kepada Allah ta'ala. Amal kita dan anak-anak kita saling disusulkan, sehingga bisa bersama-sama di syurga, kelak setelah kiamat tiba. Tetapi kalau kita salah menata mereka, anak-anak itu bisa menjadi musuh orangtua; di dunia, di akhirat atau bahkan dunia dan sekaligus akhirat . Dan diantara penyebab kehancuran itu adalah niat kita yang salah tatkala mendidik mereka, atau pendidikan yang keliru saat mereka kita besarkan, atau kedua-duanya; niat dan perlakuan sama buruknya.

Kadang ada orangtua yang kurang bisa mendidik anaknya, tetapi karena niatnya yang jernih dan pengharapannya yang kuat, Allah memberi pertolongan. Anak-anak itu menjadi perhiasan orangtuanya, di dunia dan akhirat. Anak-anak itu membawa kebaikan yang besar, penuh dengan barakah, pada hari ia dilahirkan, dimatikan dan dibangkitakan kembali.

Tetapi....

Anak-anak itu bisa menjadi musuh orangtuanya. Kehadirannya menjadi sebab lahirnya keburukan, kerusakan dan kehancuran. Mereka penyebab orang-orang berpaling dari agamanya. Mereka membuat orang-orang yang beriman mengalami keraguan, dan orang-orang yang masih lemah keyakinannya semakin jauh dari Tuhannya. Mereka menjadi sebab kerusakan bukan karena tidak berpengetahuan. Bahkan boleh jadi mereka sangat luas pengetahuannya. Tetapi tidak ada iman dan muraqabah di hati mereka, kecuali sangat tipis. Wallahu A'lam bishawab.

Teringat saya pada firman Allah Yang Maha Suci, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan/fitnah (bagimu). Di sisi Allahlah pahala yang besar." [At-Taghaabun: 14-15]

Ada perintah di sini. Perintah untuk berhati-hati terhadap mereka. Selebihnya, ada pelajaran yang patut kita renungkan dari peristiwa-peristiwa yang telah berlalu atau pun yang masih terpampang di hadapan kita.

Sesungguhnya tidak ada kebetulan di dunia. Ada hokum-hukum sejarah yang mengikatnya. Kitalah yang harus menemukan prinsip-prinsip itu.

Apa yang salah pada anak-anak itu?

Ada satu hal. Mereka mendapat pembelajaran 'ibadah, sehingga banyak surat-surat pendek yang dihafal saat usianya belum melewati lima tahun. Tetapi pembelajran itu hanya untuk otaknya. Tidak untuk jiwa. Padahal pangkal perubahan adalah pada jiwa. Bukan otak yang cerdas. Orang yang tahu, tidak dengan sedirinya bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Seorang dokter spesialis penyakit dalam bisa meninggal karena terlalu banyak merokok. Sebabnya, bahaya rokok hanya tersimpan di otak. Tidak menggerakan jiwa. Karena begitu kecilnya pengaruh pengetahuan di otak bagi perubahan sikap dan perilaku, maka perusahaan (rokok: EHz) tidak pernah khawatir mencantumkan peringatan pemerintah tentang bahaya merokok disetiap kemasannya.

Sebaliknya, kalau hati sudah tersentuh dan jiwa sudah tergerakan, pengetahuan tentang resiko tak akan membuat kaki berhenti melangkah. Mereka yang pergi berjihad bukan tidak tahu kalau jiwa bisa melayang. Tetapi ketika keyakinan sudah kokoh, tak ada lagi yang perlu ditakutkan dengan kematian.

Ya, letaknya pada jiwa. Tetapi alangkah sering kita lupa pada jiwa. Letaknya pada iman. Tetapi alangkah sering kita mengabaikan. Letaknya pada 'aqidah yang menghidupkan hati. Tetapi alangkah sering kita hanya mengurusi otaknya. Padahal otak saja tidak cukup.

Diam-diam saya teringat dengan sebuah hadis riwayat Imam Ahmad. Ada contoh yang rasanya amat perlu kita renungkan hari ini, ketika anak-anak kita yang dulu sibuk menghafal matan Alfiyah, sekarang telah merusak agama atas nama ijtihad dan tajdid. Atau bahkan telah secara nyata menentang agama. Sekurang-kurangnya meragukan kesucian agama.

Ada contoh yang patut kita renungkan. Ketika Ibnu Abbas masih amat kecil, Rasulullah saw. mengajarkan beberapa kalimat yang membekas dalam jiwa. Kata Rasulullah, "Jagalah (hak) Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Peliharalah (hak) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Dia di saat kau bahagia, niscaya Dia akan mengenalimu di saat kau susah."

"Apabila kau meminta, mintalah kepada Allah. Sesungguhnya pena telah mongering, mencatat apa yang ada. Seandainya seluruh makhluk bermaksud menolongmu dengan sesuatu yang tidak ditetapkan leh Allah untukmu, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya. Dan jika (manusia) bermaksud mencelakakanmu dengan sesuatu yang tidak ditetapkan Allah bahwa sesuatu itu akan mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya." [HR. Ahmad]

Adnan Hasan Shalih Baharits menerangkan, nasihat Rasulullah saw. Ini membangkitkan muraqabah pada diri anak semenjak dini. Anak memiliki kesadaran bahwa setiap langkahnya senantiasa mendapatkan pengawasan Allah. Ini merangsang anak untuk memiliki kendali perilaku yang berasal dari dalam dirinya (internal locus of control). Ia sekaligus membangkitkan komitmen dan tanggung-jawab, sehingga pikiran dan tindakan anak lebih terarah. Pada gilirannya, ini akan memperkuat dan mensucikan maksud dan tujuan sosialnya sehingga ia akan mudah berkorban.

Saya teringat dengan John W Santrock. Pakar psikologi perkembangan yang terkenal dengan bukunya berjudul Adolescence (2001) ini menunjukan bahwa kebingungan indentitas hanyalah mitos. Ada remaja-remaja yang tidak perlu sibuk mencari jati-diri. Mereka telah mengenali dirinya, tujuan hidupnya dan makna hidupnya karena sedari kecil telah memiliki keyakinan, komitmen hidup serta persepsi tentang tanggungjawab (perceived responsibility) yang kuat. Inilah yang membuat hidp mereka lebih terarah, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh sebayanya.

Sepanjang sejarah, agama ini telah melahirkan manusia-manusia besar yang di usia amat belia telah menghasilkan catatan sejarah yang mengesankan. Imam Syafi'i telah didengar kata-katanya sebagai fatwa yang otoritatif ketika usia baru 16 tahun. Imam Ahmad bin Hanbal telah sibuk mempelajari ilmu hadis tatkala umurnya baru menginjak 15 tahun. Dan Usamah bin Zaid - seorang sahabat Nabi saw. - telah mendapat kepercayaan sebagai panglima perang, juga ketika usianya baru berkisar 16 tahun.

Barangkali ada benarnya kesimpulan Jean Jaques Rousseau. Kata Rousseau. "L'homme qui medite est un animal deprave'." Manusia yang hanya berpikir saja adalah binatang yang bercacat.

Menurut Rousseau, semua penyakit kemanusiaan timbul karena manusia hanya mempertajam akalnya dan mengesampingkan panggilan hati nuraninya.

Artinya, hebatnya pengetahuan agama tanpa iman yang kokoh, justru bisa menjadi sebab rusaknya agama. Bal'am bin Baurah contohnya.

Semoga ada yang bisa kita renungkan. Semoga Allah menolong kita

Apakah Kita Tak Pernah Sombong?

Dahulu kala diceritakan pernah ada seorang suami dan istri yang ketika sedang duduk di depan rumahnya, melintas sepasang laki-laki dan wanita di depan mereka. Sang wanita tinggi ramping dan mengenakan baju indah, sementara yang laki-laki berpostur pendek dan sederhana. Tiba-tiba si istri yang melihat berkata, "Huh, wanita itu sungguh sombong. Dia berdandan agar dirinya tampak lebih tanpa memperhatikan orang lain."
Seketika itu suaminya berkata, "Kejar wanita itu dan minta maaf padanya."
Setelah mereka bertemu dan istri itu minta maaf, wanita itu menjelaskan bahwa dia berdandan dengan indah untuk membahagiakan suaminya agar suaminya bisa 'bangga' dengan dirinya. Dan suami wanita itu adalah lelaki pendek yang sedang berjalan bersamanya.
Cerita ini adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang kita jalani yang menunjukkan betapa mudahnya kita menilai manusia dari apa yang tampak diluarnya. Kita begitu mudah menjatuhkan hukuman predikat sombong kepada orang yang tampak tidak simpatik bagi kita. Kita dengan mudah mengatakan arogan kepada mereka yang sikapnya menurut kita tidak menyenangkan.
Kemudian kita membenci mereka dengan berlindungkan hadist "Tidak akan masuk surga orang yang dalam lubuk hatinya terdapat perasaan sombong (arogan) walaupun cuma sebesar atom." (HR Bukhari Muslim) atau bahkan dengan ayat Allah "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (Luqman:18) tanpa kita pernah tahu kenapa mereka bersikap seperti itu.
Jangan-jangan kita pernah mengatakan teman kita sombong karena tidak mau menerima uluran tangan kita, padahal bisa jadi dia begitu ingin hanya bergantung pada Allah dengan tidak merepotkan kita. Jangan-jangan kita pernah mengatakan orang lain sombong karena ia tidak pernah mau berkumpul dengan kita padahal ia ingin menjaga diri dari kesia-siaan waktu atau bahkan karena harus mengerjakan pekerjaan lain yang tidak bisa menunggu. Jangan-jangan kita pernah mengatakan kawan kita sombong hanya karena ia tidak pernah mau menegur sapa kita terlebih dahulu padahal pada dasarnya ia memang pemalu. Jangan-jangan kita pernah membenci orang karena penampilannya, padahal memang Allah yang menciptakan tubuhnya seperti itu.
Jika seperti ini yang sudah kita kerjakan, Saudaraku, maka kita harus waspada bahwa jangan-jangan kita yang sesungguhnya sombong. Kita bisa jadi telah berdosa kepada Allah karena kita sesungguhnya telah mengambil alih kekuasaan-Nya dalam menilai hati manusia. Ingatkah kita bahwa hanya Allah yang bisa melihat apa yang tersembunyi di balik hati manusia?
Kepada kawan itu pun kita juga berdosa karena telah berburuk sangka. Rasulullah Saw sendiri pernah berkata, "Berhati-hatilah kalian dari prasangka-prasangka (yang buruk). Karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya perkataan." (Muttafaqun 'alaih). Juga ketahuilah bahwa dengan mencapnya sombong kita sebenarnya telah menghina mereka yang justru bisa jadi sedang berusaha menjadi hamba Allah. Takutlah kita jika buruk sangka itu kemudian kita sebar-sebarkan, sementara kawan yang kita sakiti menangis di tengah malam mengadukan kita kepada Allah. Takutlah akan balasan perbuatan kita, Saudaraku.
Bagi saudara-saudaraku yang terzhalimi dengan diperlakukan sebagai orang sombong, tidak usah kalian berkecil hati. Apa yang kalian lakukan biarlah dinilai Allah, karena hanya Ia yang bisa memuliakan dan menghinakan kita. Luruskanlah niat dan sempurnakan amal. Serta maafkan dan doakan kami agar Allah mengampuni dosa-dosa kami yang memang suka mendewakan perasaan sendiri dan menilai segala sesuatu dari yang kasat mata ini.

Ampunan Tuhan

Ampunan Tuhan (maghfirah) merupakan sesuatu yang amat bernilai. Pakar tafsir Al-Ashfahani bahkan memandangnya sebagai anugerah Tuhan tiada tara. Dikatakan demikian, karena tanpa ampunan Tuhan setiap orang pasti merasakan siksa dan azab Tuhan. Ini, karena manusia, siapa pun dia, tidak akan pernah lepas dari dosa-dosa dan kesalahan.

Oleh karena itu, Allah SWT dalam Alquran selalu menyeru kaum beriman agar menggapai ampunan Tuhan itu. Dalam konteks ini, kita disuruh bergegas dan buru-buru (Ali Imran: 133), bahkan berpacu dan berlomba-lomba merebut ampunan Tuhan (Al-Hadid: 20). Bukan hanya kita, Nabi Muhammad SAW sendiri tetap diperintahkan supaya beristighfar, menggapai ampunan Tuhan, meski kita semua mengetahui bahwa beliau bersifat ma'shum, terjaga dan terpelihara dari dosa-dosa.

Untuk menggapai ampunan Tuhan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, kita harus mencari dan mengejar ampunan Tuhan dengan beristighfar. Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti diterangkan dalam hadis sahih, beristighfar tidak kurang dari 70 hingga 100 kali sehari semalam. Para sahabat banyak beristighfar di waktu malam di kala banyak orang tertidur lelap (Ali Imran: 17). ''Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.'' (Al-Dzariyat: 17-18).

Kedua, kita harus mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh. Dalam Alquran, ampunan Tuhan itu selalu dikaitkan dengan iman dan takwa, serta amal kebajikan (Al-Maidah: 9, Fathir: 7). Lalu, yang ketiga, kita harus meningkatkan kualitas moral dan keluhuran budi pekerti. Ini harus dilakukan dengan menumbuhkan kecenderungan-kecenderungan baik yang ada dalam diri kita seperti sifat kasih sayang, murah hati, lapang dada, dan pengendalian diri.

Ampunan Tuhan itu sendiri, menurut pakar tafsir Al-Razi, mengandung beberapa makna. Pertama, berarti penghapusan dosa-dosa, takfir al-dzunub. Kedua, berarti mengganti keburukan dengan kebaikan-kebaikan. Ini berarti, orang yang menggapai ampunan Tuhan, selain dosa-dosanya dihapus, Allah berkenan menambahkan kepadanya kebaikan-kebaikan yang tak terhitung banyaknya.

Ketiga, berarti kesucian dan kesempurnaan rohani (kamalat nafsaniyah). Dalam arti ini, ampunan Tuhan identik dengan pencerahan jiwa (spiritual enlightenment), yang membuat jalan hidup manusia menjadi terang benderang. Dengan pencerahan ini, secara spiritual yang bersangkutan akan merasa dekat dengan Tuhan, bahkan ''menyatu'' dengan Tuhan.

Ampunan Tuhan itu, pada akhirnya, menurut Al-Razi, adalah surga. Dalam Alquran, ampunan itu memang selalu disebut bersama dengan surga. Ini berarti, orang yang memperoleh ampunan, berarti ia memperoleh surga. Kalau begitu, gapailah ampunan, agar diperoleh surga tempat segala kenikmatan. 

Jumat, 19 Desember 2008

Agar Bisa Melihat Surga

Agar Dapat "Melihat" Surga

Seorang anak dengan gayanya yang lugu bertanya kepada ibunya, "Bu, apa itu
cinta?". "Cinta ada adalah kemurnian jiwa, kesejukan bathin dari kenikmatan
memberi dan kerelaan berkorban", jawab sang ibu. "Karena itukah banyak orang
mengagungkan cinta?" tanya sang anak lagi. Dengan sabar dan penuh cinta
ibunya menerangkan,"Keagungan cinta hanya berada pada cinta Sang Agung, Si
pencipta cinta itu sendiri. Dan jika ada yang mengagungkan cinta diatas
segalanya, sebenarnya ia tidaklah tengah mengagungkan cinta melainkan
perasaan dan nafsunya yang tengah bergumul sehingga meluap menjadi nafsu
berbaju cinta. Padahal jika mau membuka tabir sebenarnya, tentu mereka akan
sadar kalau tengah terombang-ambing oleh arah cinta yang salah. Ini wajar
nak, karena kebanyakan manusia hanya sebatas menggunakan mata kepala dan
mengabaikan mata bathinnya, sehingga ia lupa bahwa cinta bersemayam dan
bergetar-getar dihati, bukan di kepala, apalagi dimata."

"Cinta harus dilihat dengan mata bathin, dan kebanyakan manusia memandang
cinta hanya berhenti di mata kepala, sehingga seringkali tidak mampu
menangkap kemurnian jiwa, kesejukan bathin dari mencinta dan dicinta. Karena
itu, mereka yang senantiasa mampu menggunakan mata bathinnya untuk melihat
segala hal, ia akan melihat siapapun dan apapun dengan cinta. Karena Allah
pun teramat cinta kepada yang mempersembahkan cinta kepada-Nya".

"Lalu kenapa ada orang yang saling membenci, bertengkar dan saling
bermusuhan?" tanyanya lagi. "Itulah kehebatan Allah. Dia ciptakan manusia
dengan bentuk yang sempurna sehingga dengan kesempurnaan yang dimilikinya
itu, manusia bisa menangkap kesan yang lain, tidak hanya cinta. Ada benci,
marah, kecewa, senang, tertawa, sedih dan masih banyak lagi. Tak perlu
takut, semua itu salah satu anugerah dari-Nya yang patut kita syukuri. Sudah
menjadi fitrah manusia tidak menyukai sesuatu yang tidak disenanginya,
artinya sesuatu hal yang tidak berkenan, tidak sesuai dengan hati nuraninya,
adalah sangat manusiawi jika dibenci. Dan adalah fitrah manusia juga untuk
kecewa jika sesuatu tak seperti harapannya, tak seindah mimpinya. Masalahnya
kemudian, bagaimana manusia mengkondisikan hatinya agar senantiasa condong
kepada kebenaran, sehingga benci, marah dan kecewa serta sedihnya hanya
kepada kebathilan, kesemena-menaan, kezhaliman, keserakahan dan bahkan
kesombongan diri, juga dosa yang dilakukannya."

"Bagaimana dengan tersenyum dan tertawa?" "Senyum dan tawa adalah sebuah
refleksi, sama seperti benci, marah dan sedih. Hanya bedanya, biasanya
senyum dan tawa adalah cermin dari keberhasilan, kemenangan dan prestasi
seseorang akan sesuatu. Tak perlu merasa bersalah hanya karena tersenyum dan
tertawa. Mungkin Allah menciptakan rasa itu untuk melatih manusia. Bukankah
semua hamba-Nya yang sholeh kelak akan tersenyum di hadapan Allah yang
menghadirkan keagungan wajah-Nya?" jelas sang Ibu sambil mengusap kening
anaknya yang serap-serap mulai terbuai ke alam tidurnya.

Lama ia dibuai cinta sang Ibu, dengan sentuhan lembut ibunya ia memainkan
nyanyian dawai-dawai indah yang bergelung-gelung dialam mimpinya. Ia
merasakan kehangatan hidup, keceriaan dunia. Mungkin karena usianya yang
memang belum pantas merasakan kegetiran dan kepahitannya. Untuk sementara
ibunya membiarkan mimpi anaknya tak terusik oleh kepayahan mencari sesuap
nasi yang dijalaninya, juga hantaman kerikil di sepanjang jalan yang
disusurinya. Terik dan hujan menjadi baluran tubuhnya sehari-hari, demi satu
cita, tak kan membiarkan dimasa depan anaknya mengeluarkan keringat dan
darah seperti yang dialaminya kini. Mungkin semua orangtua mempunyai mimpi
yang sama. Hingga dengan demikian sang ibu semakin sadar bahwa hanya
Tuhanlah yang selama ini menguatkan, mempertebal kesabaran serta menanamkan
keyakinan dihatinya, bahwa esok matahari masih akan terbit.

Dan menjelang fajar, seusai kesejukan membasuh seluruh tubuh untuk kemudian
bersimpuh dihadapan-Nya. Tak terasa air bening mengalir membasahi pipi,
untaian kata pinta yang tak pernah berhenti, yang tak pernah berhias putus
asa, yang tak diiringi penyesalan akan beban hidup yang saat ini diamanahkan
kepadanya. Terkadang ada tangis yang begitu keras sekeras benturan kehidupan
yang menerpanya, hingga tak sadar tangisannya itu menyentuh relung bathin
anaknya sampai terbangun.

"Kenapa ibu menangis?" "Menangis adalah satu anugerah Allah lainnya nak.
Menangis adalah wujud dari kelemahan manusia yang jelas-jelas kekuatannya
sangat terbatas. Menangis adalah pembuktian akan adanya Yang Maha Kuat yang
memiliki kehendak diatas segala mau dan keinginan manusia. Tak perlu malu
untuk menangis, karena dengan menangis kita tengah melunturkan kesombongan,
kepekatan hati yang penuh noda hitam dari setiap detik hidup yang berlumur
salah, juga menghilangkan penyakit-penyakit lainnya yang kerap hinggap di
kalbu."

"Menangis tidak mesti dengan air mata. Air bening yang membasahi mata akan
membasuh dosa yang berawal dari penglihatan manusia. Kemudian airnya turun
menyejukkan wajah kita. Itulah cara Allah membersihkan wajah manusia yang
coreng-moreng oleh kekhilafannya. Maka dengan menangis setiap hari, wajah
menjadi bersih, hati pun sejuk kembali dan kebeningan mata yang sudah
terhapuskan pekatnya, memberikan keindahan tersendiri. Semua itu, hanya agar
manusia dapat 'melihat' surga."

Wallahu 'a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)